(Pantoranews) - Sore itu. Di penghujung tahun 2015. Aku berjalan seorang diri.
joelpantora/int |
Kebetulan jadwal ngantor libur. Jam menunjukan pukul tiga dikala itu, suasana di perjalanan agak sedikit ramai jika dibandingkan dengan hari-hari biasanya.
Mungkin mereka yang berlalu-lalang dijalan. juga menikmati liburan seperti halnya saya.
Hanya tempat dinas dan baju seragam kami yang berbeda. Ku coba telusuri pusat-pusat keramaian di kota ini. Begitu indah suasana sore di kota berjulukan Madani ini. Semua wanita berpakaian muslimah.
Terkadang jumpa juga disudut kota. Wanita tak memakai jilbab, bahkan dengan baju ketat dan celana lejingnya. Ahh... Mungkin saja mereka turis yang lagi berliburan ke kota ku (celoteh dalam hati). Sambil melanjutkan mengendarai sepeda motor.
Jalan demi jalan telah ku lewati, lorong pun coba ditelusuri. Arah dan tujuan tak kunjung pasti, kemanakah arah dan tempat yang mesti disinggahi.
Dua jam pun berlalu. Matahari sudah nampak sedikit ke ufuk barat. Mungkin sebentar lagi juga akan terbenam. Ini menandakan hari akan berganti dengan malam.
Perjalanan mengelilingi sebuah kota nan indah. Yang dihiasi berbagai pemandangan, membuat mata ini tak ingin berkedip melewati setiap momen yang ku lintasinya.
Kota yang pernah diluluh lantakkan gelombang Tsunami 12 tahun silam. Sekarang benar-benar tak ada bekas yang bisa didapatkan disini.
Ku coba mengingat sejumlah situs Monumen Tsunami. Tempat beberapa waktu lalu, sering ku kunjungi disetiap akhir pekan. Mungkin saja tempatnya kian indah. atau pun rusak dimakan usia ?
Iya, benar saja. Salah satu situs tersebut. Kini, benar-benar telah disulap pemerintah kota. Aku terpana melihat pemandangan hari ini. Padahal beberapa waktu lalu tempat ini tak terurus, pengelolaannya juga semberaut.
***
Sebagai seorang penulis di media sosmed, ku coba ambil banyak enggle. Tangan masih sibuk memegang Handphone. Merekam setiap momen yang bisa di publis.
Mengelilingi alam sekitar. Melihat begitu banyak perubahan yang dilakukan dinas pariwisata untuk menyelamatkan situs sejarah Tsunami.
Dari kejauhan, nampak sekelompok pengunjung yang berwisata ke situs ini. Namun ku coba melewati nya begitu saja. Ya, sesama pengunjung punya peran masing-masing dalam hati ku.
***
Bang..Bang..Abang....teriakan seorang gadis coba memanggil. Namun, aku terus berjalan melewati kerumunan mereka begitu saja.
Terdengar dari belakang. Seperti ada suara tapak sepatu yang berlari. Suara semakin mendekat. Aku pun berpaling ke arah suara tersebut.
Bang.. Kok sombong sekali sih, dipanggil malah jalan terus, Timpal si gadis yang kelelahan berlari.
Abang orang sini ? Bukan, saya juga pendatang disini. Ku coba yakinkan kepada si gadis tersebut. Nah !! Tadi dipanggil, kok malah jalan terus ? Maaf, saya kira Anda sedang berbicara dengan kawan-kawannya.
Gadis tadi terdiam setelah mendengar jawaban yang saya jelaskan. Mbak orang sini ? Tanya ku. Ohhhh tidak, tidak. begitu cepat dia menyangkal pertanyaan tersebut.
Tadi aku panggil Abang, bermaksud untuk memandu kami berkunjung kemari, kenalkan aku Putri. Itu keluarga ku semua (tangannya menunjukkan ke arah kerumunan yang baru saja ku lewati).
Kami liburan kemari. Mau kah menemani kami berliburan di kota ini ? Ia, apa salahnya. Tapi hanya ditempat ini saja pinta ku. Dia pun menganggukkan kepala sebagai tanda deal.
Ku coba jelaskan satu persatu kepada mereka tentang apa yang terlintas di depannya, kemudian juga apa saja yang ada dibagian monumen ini. Sudut demi sudut telah kami lewati. Kini posisi nya persis ditempat kami berjumpa tadi.
Matahari hampir terbenam di ufuk barat. Aku pamit bergegas pulang. Namun, si Putri kembali berdiri pas didepan ku. Tangan nya dijulurkan sambil berkata, terima kasih pak bos atas panduannya.
Lain kali kalau berkunjung ke Aceh Selatan (dari tadi aku belum sempat menanyakan asal mereka). Silahkan hubungi kami.
Kami siap memandu pak bos berkeliling Kota Naga, sebutan lain bumi berpenghasilan pala tersebut. Siap, udah pasti saya kabari, aku pun pulang setelah pamitan kepada keluarga Putri.
***
Beberapa waktu lalu, tanpa sengaja melewati tempat ini. Teringat momen yang pernah terlewatkan di monumen ini.
Setelah kembali ke rumah, ku coba lewati hari-hari tersebut dengan mencari nama akun atas nama putri (Maklum pantang bagi saya minta nomor handphone orang yang baru saya kenal). Begitu banyak yang keluar di pencarian dengan nama tersebut. Namun, tak seorang pun yang mengarah kesana.
Sementara pencarian si adek manis nan rancak, juga belum membuahkan hasil. Walaupun telah ditelusuri di Facebook, Instagram, Path, WA, Line, dan google sekalipun. Tak sebuah aplikasi pun yang mengenal dia.
Lagi-lagi gagal ku dapati kontaknya. Aku tersadar, dia manusia. Makhluk nyata seperti aku jua, seorang manusia sempurna. Wanita Soleha, taat akan agamanya.
Maka sungguh bodoh. Ketika pikiran ku sebagai manusia normal masih berpikir dia bermukim disana. Membuat mahligai istana didunia maya. Alamnya anak lebay demi mencari sensasi, banyak di like, dan di share kemana-mana.
Note :
#Nama dan asal narasumber telah diganti
#Monumen tak boleh di sebutkan
0 komentar:
Post a Comment