Tuesday, December 2, 2014

Lampu hijau yang diberikan oleh pemerintah baru kepada Pertamina sebagai operator Blok Mahakam setelah dikuras
selama kurang lebih 50 tahun oleh perusahaan Total Indonesia, seperti yang diumumkan Plt Dirjen Migas Ir Naryanto Wagimin dan Widyawan Prawira Atmaja sebagai Kepala Unit Pengendalian Kinerja Kementerian ESDM adalah angin segar dan langkah yang tepat, serta perlu diapresiasi.Apalagi dalam suasana lifting migas nasional yang menurun terus di angka sekitar 800.000 BPOD dan komsumsi BBM yang terus meningkat sesuai pertumbuhan ekonomi nasional di sekitar 1.5 juta BPOD, sudah tentu kalau dikelola oleh Pertamina dengan serius akan meningkatkan produksi migas untuk bagian negara.
Akan tetapi sayangnya, kebijakan pemerintah ini dikomentari dengan kalimat bersayap oleh dua pejabat migas ini sebagai berikut: “Yang jelas mereka (Pertamina) harus menggandeng kontraktor sebelumnya alias Total Indonesia“.
Lebih jauh Widyawan mengatakan “Pemerintah berharap Pertamina menggadeng kembali Total sebagai bentuk keadilan, sebab selama ini Total sudah berinvestasi dalam mengelola Blok Mahakam dan sebaiknya opsi Pertamina berkesempatan mengelola blok milik Total diluar negeri “ dan bahkan ada kalimat bahwa ‘’Kalau Total tidak diajak, maka mereka akan memboyong semua tenaga ahlinya keluar negeri... “.
Pernyataan-pernyataan para petinggi migas seperti ini, tentu mengundang sinisme pengamat kebijakan energi nasional. Sesungguhnya dua pejabat Migas itu lupa, sebagai mantan atau orang yang pernah berada di Pertamina, harusnya diketahui bahwa tenaga ahli migas Pertamina di hulu sudah sangat piawai dalam mengelola blok migas. Contoh nyata: Blok West Madura Offshore (WMO ). Blok ini, ketika dikelola oleh Kodeco, produksinya tinggal 13.000 BPOD dan sekarang setelah dikelola ahli-ahli Pertamina produksinya sudah mencapai 22.000 BPOD.

Pelanggaran UU Migas
Sebagai pengamat, saya juga mensinyalir dan menduga ada oknum tetap bermain dengan memakai perusahaan lain yang baru (ganti baju). Dugaan itu berdasarkan fakta, Duri Crude & Belanak Crude terus saja diekspor dan diekspor sampai sekarang. Padahal, pada sisi lain kilang Balongan dan Dumai Pertamina sangat memerlukan Duri Crude. Begitu pun Kilang Cilacap dan Balikpapan bisa mengolah Belanak Crude, karena produk itu memang cocok untuk kilang-kilang  tersebut.
Karena itulah, soal ekspor ini, saya menduga telah terjadi pelanggaran atas Undang-undang Migas No22/ 2001 pasal 11 ayat 3 yang berbunyi “Kewajiban  pemasokan minyak dan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri” dan menurut Permendag No 42/M.Dag/Per/2009 pasal 3 ayat 1 berbunyi “minyak dan gas bumi sebagaimana disebut pada pasal 2 dapat diekspor dan diimpor setelah mempertimbangkan kondisi pasokan dalam negeri .”
Para (oknum) pejabat migas di negeri ini juga harus menjelaskan juga bagaimana soal penunjukkan kuasa jual LNG bagian negara kepada Chevron Rapak, Ganal Makasar & Eni Muara Bakau sesuai SK Nomor: 0062/BPOOOOO/2011/ SO tanggal 11 mei 2011 yang ditandatangani oleh kepala BP Migas Raden Priyono, serta  adanya alokasi gas kepada hampir 100 trader gas dan sebahagian bertameng Perusda (BUMD ) yang tanpa persetujuan Menteri ESDM. Padahal menurut  Permen ESDM 03 tahun 2010 harus atas persetujuan Menteri ESDM. Ini semua harus dia jelaskan dengan tuntas pada posisi jabatan dia yang baru di kementerian ESDM. Apakah dia tidak paham bahwa apa yang sudah diinvestasikan oleh Total Indonesia di Blok Mahakam sudah diganti oleh cost recovery?
Satu lagi yang patut diingat adalah Blok Mahakam adalah lapangan pengembangan migas yang berisiko lebih kecil dibandingkan Pertamina masuk ke virgin area atau greenfield area  yang berisiko tinggi. Kalau istilah Cak Lontong “Mikir..mikir..mikir “ Andai saja Pertamina dijabat oleh oknum yang seperti ini, bisa hancur produksi migas Indonesia.
Saat ini, Direktur Utama Pertamina yang baru sudah ditetapkan presiden, yakni Dwi Soetjipto yang sudah pula berjanji ikut memberantas mafia migas di Pertamina.
Selain itu, Dirut Pertamina ini sudah pula menjanjikan akan me-review seluruh proses bisnis yang ada dan siap melaksanakan mapping proses-proses apa yang sudah masuk pada best practices internasional maupun domestik.
Tapi, satu hal yang harus diingat bahwa sesungguhnya staf dan karyawan Pertamina, khususnya SDM Pertamina di bidang perminyakan hebat-hebat. Bahkan, banyak juga yang masih muda-muda sudah berkiprah di mancanegara seperti di NOC Petronas, Saudi Aramco dan lainnya di NOC Timur Tengah. Selama ini, tersebab banyaknya intervensi dari pihak-pihak luar yang bikin Pertamina tercinta selalu terseok seok dan selalu dijadikan kambing hitam kalau terjadi krisis BBM. Aduh, mana tahan.***

**) Yusri Usman, Pemerhati Kebijakan Energi Nasional

sumber Rakyat Aceh

0 komentar: