Permpuan itu bernama Azizah. Sewaktu gadis dia punya tunangan seorang pemuda yang cakap, namanya ABbas. Percintaan mereka sudah berlangsung lama, dan masing-masing sudah siap untuk melaksanakan pernikahan.namun orang tua Azizah kurang setuju karena Abbas pemuda yang belum punya pekerjaan tetap. Mereka penginginkan punya menantu yang bisa menyokong hidup mereka, paling tidak bisa membantu sedikit-sedikit.
Sedih benar Azizah memikirkan halangan itu. Abbas bukannya tidak mau mencari pekerjaan, tapi memang nasibnya yang belum baik. Di kota Baghdad yang begitu bejubel, tidak ada sebuah toko pun yang mau menerimanya. Padahal Azizah dan juga Abbas sendiri, rajin bangun tengah malam, bersembahyang dan berdoa. Azizah minta kepada Tuhan agar dilunakkan hatiorang tuanya, dan juga berdoa agar kekasihnya segera mendapatkan mata pencaharian yang layak. Demikian pula Namun agaknya doa ini belum mendapatkan ijabah dari Yang Kuasa. Bahkan pada sutau hari bulan DzulHijjah, tanpa setahu gadis itu, orang tuanya telah menerima lamaran seorang saudagar tua. Alangkah kaget dan sakitnya hati Azizah mendengar berita itu. Segera ia lebih tekun bangun malam, lebih khusyuk dalam berdoa. Dan memohon kepada Tuhan supaya saudagar tua itu mengurungkan niatnya.
Masih saja doa Azizah belum terkabul. Bahkan saudagar tua itu minta supaya perkawinan dilangsungkan lebih cepat, karena ia ingin membawa istrinya ke Bahrah untuk berniaga. Maka dalam tempo seminggu Azizah telah menjadi istri Abdullah. Cuma agak terobati hati Azizah, ketika ternyata bahwa suaminya bukanlah seorang saudagar yang tua umurnya, melainkan tua pengalamannya. Abdullah masih sebaya dengan Abbas kekasihnya itu.
Selesai upacara perkawinan yang dilangsungkan denganmeriah itu, berangkatlah pengantin baru tersebut ke Bashrah membawa kafilah yang panjang. Bahagia hidup Azizah, bersama suaminya yang penyayang itu.
Tidak berapa lama sesudah kepindahan mereka ke negeri baru itu, Azizah mendengar berita dari orang tuanya bahwa Abbas, bekas tunangannya ditangkap penguasa karena ternyata Abbas, yang kelihatannya halus itu adalah perampok ulung. Kalau malam-malam dia bangun bukan untuk bersembahyang seperti yang dibualkannya kepada Azizah,melainkan menyatroni kafilah atau pedagang yang lewat di tempat sepi. Adapun siang harinya bukannya sibuk mencari pekerjaan, tapi sebetulnya bermain judi seharian. Sehingga betapapun besarnya hasil rampokan, semuanya ludes di meja perjudian.
Demikianlah akhirnya Azizah hidup senang selama bertahun-tahun. Anaknya sudah banyak. Orang tuanya sudah meninggak dengan tenang. Dan suaminya, Abdullah, sebulan yang lalu juga telahmenghembuskan nafasnya yang terakhir dalam usia 65 tahun, meninggalkan seorang anak bungsu yang baru berumur 12 tahun. Betapa sedihnya hati Azizah, mengingat suaminya adalah lelaki yang setia dan penyayang. Berhari-hari lamanya ia terus mencucurkan air mata, sementara badanyya sendiri juga mulai sakit-sakitan. Telah banyak tabib yang dipanggilnya, namun penyakit itu masih suka kambuh. Urusan perdagangan almarhum suaminya diteruskan oleh anaknya yang sulung, dan ternyata perdagangannya makin tambah besar. Kekayaannya makin meningkat dari waktu ke waktu.
Cuma, kalau datang lagi penyakitnya, Azizah jadi sangat khawatir kalau-kalau ia meninggal dalam umur yang belum begitu tua. Maka makin rajinlah ia bangun sembahyang malam, makin rajin menengadahkan tangan ke atas meminta kurnia Allah. Dalam doanya seolah-olah dia mengajukan tuntutan kepada Tuhan. “Ya Allah, Kau menjamin dalam firman-Mu bahkan Kau akan mengabulkan doa hamba-Mu. Selama ini doaku selalu Kau tolak meskipun kupanjatkan dengan khusyuk dan patuh. Maka sekali ini kumohon kepada-Mu, kabulkanlah doaku. Jangan cabut nyawaku buru-buru, panggillah aku ke khadirat-Mu, kalau aku sudah tua kelak.” Berdesis angin malam yang dingin menyambut doa hamba Allah yang taat itu.
Besok paginya tiba-tiba datang ke beranda rumah Azizah seorang nenek yang sudah sangat tua. Hati Azizah berkata kepada Tuhan, “Panjangkanlah umurku seperti nenek itu.” Kemudian dipanggilnya nenek tua yang datang hendak mengemis itu untuk mendekat. Dengan hormat dipersilahkannya nenek itu duduk. Bujangnya disuruhnya untuk menyiapkan makanan yang lezat-lezat untuk disajikan bagi nenek itu. Dengan mata yang berkilat-kilat nenk itu sangat senang nampaknya. Namun alangkah kagetnya Azizah melihat ulah si nenek. Tangannya sangat gemetar waktu mengangkat sendok, dan makanan itu bukannya dimasukkannya ke mulut, melainkan berhamburan ke mata dan hidungnya. Begitulah berlangsung beberapa kali sampai makanan yang di piring habis. Setelah itu nenek tersebut bangun. Dan di tempat nenek itu duduk tertumpuk kotoran yang belepotan ke kainnya.
Maka Azizah berteriak dalam hatinya, “Ya Tuhan, ternyatat umur terlalu tua tidak enak. Kubatalkan doaku yang dahulu, ya Allah.”
Seketika itu juga nenek tadi tersenyum kepada Azizah dan berkata, “Itulah bukti bahwa Tuhan pemurah kepadamu. Tidak berarti bahwa doa yang tidak dikabulkan adalah tanda ketidakadilan Tuhan. Aku adalah Izrail, yaitu hari ini bertugas untuk memanggilmu menuju keindahan dan kenikmatan yang lebih abadi daripada yang kau rasakan sekarang.”
Maka tutup usialah Azizah pada hari itu dengan tenang dan bahagia, dalamumur yang cukip panjang untuk menikmati kesenangan, tetapi belum cukup lama merasakan penderitaan. (*)
sumber BY. Rakyat Aceh
Sedih benar Azizah memikirkan halangan itu. Abbas bukannya tidak mau mencari pekerjaan, tapi memang nasibnya yang belum baik. Di kota Baghdad yang begitu bejubel, tidak ada sebuah toko pun yang mau menerimanya. Padahal Azizah dan juga Abbas sendiri, rajin bangun tengah malam, bersembahyang dan berdoa. Azizah minta kepada Tuhan agar dilunakkan hatiorang tuanya, dan juga berdoa agar kekasihnya segera mendapatkan mata pencaharian yang layak. Demikian pula Namun agaknya doa ini belum mendapatkan ijabah dari Yang Kuasa. Bahkan pada sutau hari bulan DzulHijjah, tanpa setahu gadis itu, orang tuanya telah menerima lamaran seorang saudagar tua. Alangkah kaget dan sakitnya hati Azizah mendengar berita itu. Segera ia lebih tekun bangun malam, lebih khusyuk dalam berdoa. Dan memohon kepada Tuhan supaya saudagar tua itu mengurungkan niatnya.
Masih saja doa Azizah belum terkabul. Bahkan saudagar tua itu minta supaya perkawinan dilangsungkan lebih cepat, karena ia ingin membawa istrinya ke Bahrah untuk berniaga. Maka dalam tempo seminggu Azizah telah menjadi istri Abdullah. Cuma agak terobati hati Azizah, ketika ternyata bahwa suaminya bukanlah seorang saudagar yang tua umurnya, melainkan tua pengalamannya. Abdullah masih sebaya dengan Abbas kekasihnya itu.
Selesai upacara perkawinan yang dilangsungkan denganmeriah itu, berangkatlah pengantin baru tersebut ke Bashrah membawa kafilah yang panjang. Bahagia hidup Azizah, bersama suaminya yang penyayang itu.
Tidak berapa lama sesudah kepindahan mereka ke negeri baru itu, Azizah mendengar berita dari orang tuanya bahwa Abbas, bekas tunangannya ditangkap penguasa karena ternyata Abbas, yang kelihatannya halus itu adalah perampok ulung. Kalau malam-malam dia bangun bukan untuk bersembahyang seperti yang dibualkannya kepada Azizah,melainkan menyatroni kafilah atau pedagang yang lewat di tempat sepi. Adapun siang harinya bukannya sibuk mencari pekerjaan, tapi sebetulnya bermain judi seharian. Sehingga betapapun besarnya hasil rampokan, semuanya ludes di meja perjudian.
Demikianlah akhirnya Azizah hidup senang selama bertahun-tahun. Anaknya sudah banyak. Orang tuanya sudah meninggak dengan tenang. Dan suaminya, Abdullah, sebulan yang lalu juga telahmenghembuskan nafasnya yang terakhir dalam usia 65 tahun, meninggalkan seorang anak bungsu yang baru berumur 12 tahun. Betapa sedihnya hati Azizah, mengingat suaminya adalah lelaki yang setia dan penyayang. Berhari-hari lamanya ia terus mencucurkan air mata, sementara badanyya sendiri juga mulai sakit-sakitan. Telah banyak tabib yang dipanggilnya, namun penyakit itu masih suka kambuh. Urusan perdagangan almarhum suaminya diteruskan oleh anaknya yang sulung, dan ternyata perdagangannya makin tambah besar. Kekayaannya makin meningkat dari waktu ke waktu.
Cuma, kalau datang lagi penyakitnya, Azizah jadi sangat khawatir kalau-kalau ia meninggal dalam umur yang belum begitu tua. Maka makin rajinlah ia bangun sembahyang malam, makin rajin menengadahkan tangan ke atas meminta kurnia Allah. Dalam doanya seolah-olah dia mengajukan tuntutan kepada Tuhan. “Ya Allah, Kau menjamin dalam firman-Mu bahkan Kau akan mengabulkan doa hamba-Mu. Selama ini doaku selalu Kau tolak meskipun kupanjatkan dengan khusyuk dan patuh. Maka sekali ini kumohon kepada-Mu, kabulkanlah doaku. Jangan cabut nyawaku buru-buru, panggillah aku ke khadirat-Mu, kalau aku sudah tua kelak.” Berdesis angin malam yang dingin menyambut doa hamba Allah yang taat itu.
Besok paginya tiba-tiba datang ke beranda rumah Azizah seorang nenek yang sudah sangat tua. Hati Azizah berkata kepada Tuhan, “Panjangkanlah umurku seperti nenek itu.” Kemudian dipanggilnya nenek tua yang datang hendak mengemis itu untuk mendekat. Dengan hormat dipersilahkannya nenek itu duduk. Bujangnya disuruhnya untuk menyiapkan makanan yang lezat-lezat untuk disajikan bagi nenek itu. Dengan mata yang berkilat-kilat nenk itu sangat senang nampaknya. Namun alangkah kagetnya Azizah melihat ulah si nenek. Tangannya sangat gemetar waktu mengangkat sendok, dan makanan itu bukannya dimasukkannya ke mulut, melainkan berhamburan ke mata dan hidungnya. Begitulah berlangsung beberapa kali sampai makanan yang di piring habis. Setelah itu nenek tersebut bangun. Dan di tempat nenek itu duduk tertumpuk kotoran yang belepotan ke kainnya.
Maka Azizah berteriak dalam hatinya, “Ya Tuhan, ternyatat umur terlalu tua tidak enak. Kubatalkan doaku yang dahulu, ya Allah.”
Seketika itu juga nenek tadi tersenyum kepada Azizah dan berkata, “Itulah bukti bahwa Tuhan pemurah kepadamu. Tidak berarti bahwa doa yang tidak dikabulkan adalah tanda ketidakadilan Tuhan. Aku adalah Izrail, yaitu hari ini bertugas untuk memanggilmu menuju keindahan dan kenikmatan yang lebih abadi daripada yang kau rasakan sekarang.”
Maka tutup usialah Azizah pada hari itu dengan tenang dan bahagia, dalamumur yang cukip panjang untuk menikmati kesenangan, tetapi belum cukup lama merasakan penderitaan. (*)
sumber BY. Rakyat Aceh
0 komentar:
Post a Comment