Thursday, November 20, 2014

Abunawas sudah muak melihat kemungkaran di depan matanya. Sultan sebetulnya orang baik, tetapi para pejabat kerajaan lainnya adalah orang-orang yang rakus. Mereka belum merasa cukup dengan gaji yang sudah tinggi. Dengan segala daya mereka berusaha mengeduk keuntungan sebanyak-banyaknya, halal atau pun haram. Kas negara digerogoti sedikit demi sedikit. Dan para menteri bersekongkol dalam perbuatan curang itu.cerita-islami.com_hadiah-bagi-pemeras
Pada suatu hari, setelah mendapat izin dar Sultan, Abunawas pun berangkat ke istana. Di pintu gerbang ia dicegat oleh penjaga.
“Mau ke mana?” tanya penjaga yang seram itu.
“Menghadap Sultan,” jawab Abunawas.
“Tidak bisa! Sultan sedang sibuk,” jawab si penjaga ketus.
“Tolong carikan jalannya. Pokoknya tahu beres.”
“Ada, ada. Ja;an selalu ada.” Sahut penjaga itu dengan mata berkilat-kilat gembira. “Asalkan engkau ada kebijaksanaan kepadaku.”
“Oh , soal itu jangan khawatir. Saya datang meminta hadiah dari Sultan.”
“Nah, itulah maksudku. Asal tahu sama tahu.”
“Aku sudah cukup kaya. Hadiah itu akan kuberikan semua kepadamu.”
Maka dengan membungkuk dan ramah tamah Abunawas dipersilahkan masuk. Di dalam istana Sultan sedang mengadakan pertemuan dengan para menteri. Tapi menerima laporan bahwa Abunawas datang, Sulatan tampak gemira. Memang ia sudah menunggunya. Sultan menjemput sendiri ke balairung.
“Masih tetapkah pendirianmu bahwa engkau bisa mengatasi kesulitan negara ini?” tanya Sultan.
“Ya,” jawab Abunawas tegas.
“Berani engkau menerima hukuman mati jika gagal?”
“Pantang saya menelan ludah kembali.”
“Dan apa permintaanmu kalau berhasil?”
“Saya minta hukuman cambuk sepuluh kali.” Jawab Abunawas tegas.
“Hukumancambuk?” tanya Sultan keheranan.
“Betul,” jawab Abunawas. “Tapi bukan untuk saya. Untuk penjaga pintu gerbang istana Tuanku.”
Abunawasw lalu menceritakan tentang kelakuan penjaga pintu. Sultan sangat murka mendengarnya dan mengangguk-angguk tentang permintaan itu.
Kemudian para dayang diperintahkan untuk menukar pakaian Abunawas yang sudah usang . barulah ia diizinkan hadir dalam persidangan para menteri.
Ketika Abunawas muncul dengan pakaian bersih dan baru, Sulatan heran. Karena pici yang dipakainya masih tetap pici yang buruk dan tidak keruan warnanya.
“Mengapa picimu tidak kau tukar, Abunawas?” tanya Sultan.
“Maaf ini pici wasiat. Kita bisa melihat bayangan surge di dalamnya,” jawab Abunawas.
“Betulkan itu? Awas kalau kau bohong,” hardik Sultan.
“Betul. Cuma ada syaratnya. Yaitu hanya orang-orang jujur yang tidak pernah mencuri uang negara bisa melihat surge di dalamnya. Orang-orang yang curang, para pengkhianat pasti tidak akan menampakkan apa-apa.
Sulan berbisik-bisik, akhirnya ia berkata,”Hai, Menteri Abbas, kau kukenal jujur. Ambil pici Abunawas, dan coba buktikan. Nampakkah surge itu?”
Menteri Abbas gemetar. Selama ini telah banyak uang negara dimakannya. Dia takut ketahuan belangnya. Maka dengan muka pucat diambilnya pici Abunawas yang butut itu. Masya Allah, baunya bukan main busuknya. Mana sudah penuh daki dan noda-noda keringat. Tidak ada apa-apa di situ. Apalagi bayangan surge, bayangan neraka juga tidak ada.
“Bagaimana menteri Abbas?” tanya Sultan.
Menteri Abbas ketakutan. Sebenarnya ia memangtidak melihat apa-apa. Tapi kalau dijawab apa adanya, dia takut Sultan mengetahui kecurangannya. Maka dia menjawab terpatah-patah, “Hebat, hebat.  Surge yang indah. Bidadari berlari-lari ke sana kemari.”
Sultan merasa sangat takjub. Ia memerintahkan Menteri Harun untuk melihatnya. Menteri tersebut begitu pula. Sudah sibolak-baliknya pici itu, namun hanya bau busuknya yang menusuk hidung. Tapi kalau menceritakan yang sebenarnya, ia khawatir Sultan marah karena memergoki ketidakjujurannya. Padahal nyatanya Menteri Abbas bisa melihat surge itu. Kalau ia tidak melihat, berarti bakal terbukti korupsinya. Jadi ia pun menjawab dengan pura-pura kagum:
“Masya Allah, jannafun-na’im,jannatul-firdaus.betul-betul tempat yang indah, rindang, mata air susu mengalir di mana-mana,” kata Menteri Harun sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Para menteri lainnya juga berlaku sama. Sultan makin heran. Maka saking ingin melihat sendiri buktinya, buru-buru pici itu diambildan diperhatikannya.sultan malah jadi tidak mengerti. Menteri-menterinya melihat surge itu. Sedangkan dia merasa tidak pernah makan uang negar secara tidak halal. Mengapa dia tidak melihat apa-apa dalam pici Abunawas itu?bahkan ia terbersin-bersin mencium baunya.
“Hai, Abunawas,” hardik Sultan. “Para menteriku semuanya melihat surge dan isinya dalam picimu. Tapi aku sendiri tidak melihat apa-apa kecuali bekas-bekas keringatmu. Jadi mereka jujur, dan akulah yang pengkhianat?”
Abunawas bangkit dari duduknya. Dengan tajam para menteri ditatapnya seorang demi seorang. Lalu ia berkata:
“Wahai, Sultan yang adil dan bijakasana. Pantas negeri ini kacau terus melarat. Karena menteri-menteri semua penjilat dan penipu. Mereka mengatakan melihat surge di dalam pici saya karena mereka merasa bersalah dan telah mengkhianati kepercayaan Sultan. Mereka takut kepada bayangan sendiri, bayangna kepalsuan dan keculasan mereka.”
Dengan penjelasan ini maka Abunawas mendapat hadiah dari Sultan, yaitu hukuman cambuk sepuluh kali yang kemudian ditimpakan kepada penjaga pintu gerbang istana yang suka minta uang suap  itu. Semua menteri yang tidak jujur itu pun dipecat dan dihukum setimpal. Dipilihlah menteri-menteri baru yang betul-betul punya itikad murni berbakti kepada negara. (*)

BY. RAKYAT ACEH / JPNN

0 komentar: