Tuesday, November 18, 2014

Peristiwa itu terjadi dalam perang Salib, tatkala tentara Nasrani mneyerbu ke tanah Arab dan dihadapi oleh Sultan Salahuddin Al Ayyubi. Kekjaman telah merajalela, apalagi Richard Si Hati Singa sedang ganas-ganasnya. Membunuh pasukan islam.
Dalam suatu kesempatan penyerbuan, secara licik beberapa tentara islam terjebak, semuanya terbunuh kecuali tiga orang. Mereka ditangkap dan dihadapkan kepada raja Nasrani itu.
Kalian akan dihukum mati, “ teriak Richard. Ketiga tentara islam itu hanya diam dan menunduk. Yang seorang masih sangat muda. Yang kedua sudah sangat tua dan yang terakhir masih separuh baya.
“Kalian tinggal pilih, mati macam apa yang kalian kehendaki. Digantung, disalib, atau dirajang sampai lembut.”
Tentara yang tua dan yang muda itu tetap tenang. Yang separuh baya tampak ketakutan. Mukanya pucat pasi, gemetar sehingga lunglai, dia bertumpu diatas
“Tapi jangan kuatir. Masih ada jalan untuk selamat. Asalkan kalian mau mmeluk agama kami dan menjadi mata-mata kami, kalian akan dibebaskan dan mendapat kesenangan serta mendapat harta kekayaan.”
“Hai anak muda,” teriaknya kepada tentara islam yang masih belia itu. “Bagaimana keputusanmu, mau mati atau selamat?”
Pemuda yang terbelenggu itu meludah lalu mengucap, “Allahu Akbar.”
“Ular busuk! Cincang dia, algojo!” seru Richard dengan murkanya.
Datanglah algojo yang tinggi besar. Dengankasaranakmuda itu diseret pergi. Dia dimasukkan kedalam sebuah tong yang didalamnya dipasang paku-paku. Tong itu ditutup rapat lalau digulingkan dari atas bukit. Kedua kawannya yang lain disuruh menyaksikan jalannya hukuman mati itu. Begitu tongitu tiba di dasar bukit, dibukalah tong itu. Kedua temannya itu memekik ngeri melihat nasib temannya. Badannya sudah tercabik-cabik bagaikan dirajang-rajang.
Kemudian,dihadapkan tentara yang tua. Dia didorong dengan ganas, disurukkan didepan Richard.
“Sudah kaulihat nasib temanmu? Kau mau nasib sepertidia atau hidup mulia?”
Tentara tua itu menjawab, “Saya ingin hidup mulia.”
“Bagus,” teriak Richard kegirangan. “Jadi kau mau jadi mata-mata kami?”
“Tidak!”
“Ha?” teriak Richard kaget.
“Saya mau hidup mulia di sisi Tuhan. Allahu Akbar!” jawab tentara tua itu dengan pasti.
“Cecurut tua Bangka. Kita lihat saja nanti,” ejek Richard dengan mata berapi-api. “Dan kau yang ketiga?”
Tentara separuh baya ini dengan gemetar maju ke muka. Dia membungkuk-bungkuk ketakutan, “Saya….. saya lain dari mereka, Tuanku. Saya mohon ampun, Tuanku.”
“Hahahaha… bagus, bagus,” raja Nasrani itu tertawa seraya memilin-milin kumisnya. “Artinya kau bersedia memeluk agama kami?”
“Bukanitu saja, saya ini sebenarnya masuk islam hanya ikut-ikutan. Saya berperangjugakarena dipaksa, Tuanku.”
“Bagu, bagus,” jawab rajasemakin girang. “Hai,komandanpasukan mata-mata. Angkat dia sebagai wakilmu,” teriaknya kepada salah seorang perwiranya.
Komandanitu dengan pandangan licik maju ke depan, “Ampun, baginda raja. Sebelum saya teriam dia, saya ingin tahu sampai mana kebenaran perkataannya.”
“Maksudmu?”
“Dia harus membunuh temanya sendiri baru saya percaya.”
Sebelum diperintah, pengkhianat itu maju dan berkata menjilat, “Saya bersedia Tuanku, saya bersedia.”
Maka komandanitu menyerahkan sebilah pedang kepadanya.
“Bunuh dia dengan kejam.”
Pengkhianat itu, dengan meta menjijikkan mengambil pedang itu. Tentara tua temannya sendiri ditusuknya dengan pedang itu di perutnya, lalu dibiset hingga ke dada. Gugurlah syahiditu hingga memekik, “Allah.”
Kemudian si pengkhianat itu maju ke depan sambil tertawa puas, “Percayakah Tuanku sekarang?”
Richard mengangguk-anggukkan kepala lalu berkata, “Dayang-dayang, dandani orang ini dengan pakaian yang bagus, dan hibur dia semesra-mesranya.”
“Sebentar Baginda,” sela komandan mata-mata. “Tidak sepatutnya dia diberi kehormatan seperti itu.”
“Si pengkhianat kaget, Raja juga begitu, “Maksudmu? Bukankah dia sudah melaksanakan tugasnya dengan baik?”
“Justru itulah Tuanku, kita musti hati-hati,” jawab sang komandan yang lihai itu. “Terhadap kawannya sendiri yang sudah lama digaulinya saja dia bisa berbuat sedemikian kejamnya. Apalagi terhadap kita yang baru dikenalnya hari ini. Suatu waktu ia pun pasti akan mengkhianati kita.”
Raja berpikir. Jidatnya mengkerut, lantas mengangguk-angguk.
Melihat hal ini, si pengkhianat meratap-ratap. “Ampun Tuanku, saya tidak akan berbuat begitu.
“Baginda,” kata komandan seterusnya. “Sifat khianat adalah sifat terlaknat. Kalau dia pada suatu hari melarikan diri dan melaporkan hal ihwal pertahanan kita kepada tentara islam apakah tidak hancur kita ini?”
“Jadi apa yang harus kita lakukan?” tanya Richard.
“Hukum dia dengan kejam, melebihi kedua temannya yang ksatria itu.”
“Algojo!”perintah Richard. “Masukkan dia ke kandang macan.”
Maka diseretlah penkgkhianat itu dengan bengis. Dia menangis meminta ampun,namun tidak dipedulikan. Sebentar kemudian, terdengarlah raungan memilukan hati tatkala tubuh dan dagingnya dicabik-cabik binatang buas itu. Sengsara dia di dunia dan sengsara pula ia di akhirat. (*)

0 komentar: